Kereta berangkat jam
Sialnya gw sebangku sama anak kecil yang lagi liburan bersama keluarganya. Iya bersama keluarganya. Keluarga = anak kecil yang cerewet. Jadi bayangin aja betapa kisruhnya suasana dibangku waktu itu. Sedang pasangan muda itu enak berduaan. Terima kasih hai pemuda ! Kau telah membawaku ke neraka selama
Dan gw awali perjalanan ini dengan menggerutu. Ini anak kecil cerewet amat. Lari larian, teriak teriak, colak colek, beeh untung bukan anak gw. Dari awal gw udah mutusin untuk sedikit menikmati perjalanan dengan berdiam diri. Ketika salah satu dari keluarga itu nanya gw turun dimana, gw jawab dengan seperlunya saja. “
Suasana didalam gerbong rame banget. Ujung
Seluruh penumpang gerbong itu pasti kesel sama ulah enam pemuda itu, juga dengan cewek centil itu. Dari awal berangkat sampe jam 12 malem mereka masih aja teriak teriak, jingkrak jingkrak, bernarsis ria dengan kegantengan dan kecantikannya (berdusta lebih tepatnya). Menurut aksen dari suara mereka yang gw denger, mereka orang madura. Gak cowoknya gak ceweknya, sama sama madura. Tapi yang geleuhnya, nggilaninya, jijknya, juga gelinya, mereka ngobrol dengan bahasa
Bukan masalah mereka orang mana terus gak boleh ngomong bahasa jakartaan. Tapi kenapa bahasa lebay yang dipilih? Mentang mentang abis dari sono kali ya, jadi didalam kereta itu adalah pembuktiannya pada orang-orang segerbong bahwa mereka memang habis dari
Gw sendiri orang jawa, kalo ketemu temen sesama jawa ya ngomong bahasa jawa. Kalopun ketemu bukan orang jawa, gw juga ngomong bahasa Indonesia yang normal. Kalopun sedikit lebay hanya untuk have fun sesaat sama temen-temen, bukan dengan orang segerbong kereta !!! Si cewek pun kecentilan, kayak gak pernah digodain cowok aja. Jadinya sekali digodain menjadi jadi dia. Sok menaruh perhatian lah, sok penting, sok cantik, sok perhatian, cerewet pula. Sampe sampe si cowok yang awalnya rutin ngegodain jadi capek sendiri dan menjadi garing. Belum lagi waktu mereka adu mp3 dari hape masing masing. Ya gitulah lagunya sesuai dengan orangnya. Yang paling ngeselin itu waktu jam dua malem. Suasana gerbong lagi sepi sepinya, orang orang pada tidur. Tiba tiba aja si anak setan itu teriak lagi, “huaaagghh!!!”. Ngagetin pokoknya. Gw yakin semua orang juga kaget waktu itu. Orang sampe ada anak kecil yang nangis kebangun. Keluarga yang sebangku plus sederet sama gw aja sampe ngegerutu, lha anaknya yang jadi korban teriakan anak setan itu. “Dasar, teriak teriak ngagetin aja”, ibu haji aja sampe ngedumel gitu. Halo pemuda pemudi lebay digerbong tujuh, ini kereta bukan hutan !! Tapi dasar bener bener orang hutan anak setan, mereka pun tetep rame. Mereka diem waktu polisi lewat aja, polisi jauh rame lagi. Hmm… dasar mas mas. Mas sandalnya dipake atuh kalo kekamar mandi.
Sampe distasiun akhir pun mereka tetap seperti itu. Gw terus terusan menggeleng kepala. Akhirnya ujian ini berakhir sudah. Selamat tinggal orang hutan anak setan, semoga kita tidak berjumpa lagi lain waktu. Oia, lain kali baca majalah gadget, itu blackberry bukan stroberi.
Lepas dari ulah anak setan itu, gw menemukan kenikmatan sendiri dalam perjalanan kemarin. Mungkin lebih tepatnya mencuri kenikmatan.
Pagi hari pemandangan diluar jendela masih berkabut. Orang orang mulai bangun dari tidurnya. Dan keluarga yang sebangku dengan gw udah turun subuh tadi. Gw pun merapat kedekat jendela sekedar ingin melihat kabut lebih dekat lagi. Namun tidak sengaja gw melihat lebih dari kabut. Tepat didepan bangku gw, tangan mungil itu menggenggam manis menopang kepala dengan rambut yang rapi diikat. Mentari pagi yang terlihat bulat sempurna juga ikut menambah hangatnya suasana waktu itu. Memang hanya terlihat dari sela sela jendela dan kursi, hanya tangan dan rambutnya yang memukauku, lebih dari itu hangatnya suasana di pagi yang dingin membuat semua itu terasa cantik. Bagaimana rambutnya yang dicat rada kemerahan itu menyatu dengan warna sinar mentari pagi, bagaimana tangan yang halus mungil itu bergerak untuk membetulkan letak kepalanya. Sungguh manis.
Suara berisik kereta pun seolah membisu, perlahan semakin pelan, semakin pelan, hingga sampai semua keadaan itu seolah berlangsung sunyi. Goyangan kereta pun tak lagi terasa, tubuh ini sepertinya membeku tenang melihat kejadian yang sungguh manis itu. Mentari itu lah yang menyadarkanku ketika sinarnya menusuk mataku. Tapi tangan mungil itu masih disitu, masih seperti itu, masih menunggu hingga mentari menyadarkannya.
Gw pun diam dan mengalihkan perhatian pada pemandangan yang mulai jelas tak lagi berkabut. Cukup untuk mencuri nikmatnya pagi hari itu. Dan tangan yang mungil itu tak lagi disana, disela jendela dan kursi. Mungkin telah bersandar dibahu lakinya. Terima kasih, pagi ini terasa indah.
Sampai akhir stasiun tangan itu tak lagi muncul.
1 comment:
Jez . .
u're a good boy .
cnenk bgd iza knaL ma km ..
Keren giLa .
u're my new support .
Thengz a Lot .
=)
Post a Comment
THANK'S FOR YOUR COMMENT