Thursday, 4 February 2016

Anger Management

Anger management. Titlenya kayak filmnya si om adam sandler, mungkin ceritanya juga hampir sama. Hehehe

Dikisahkan saya akhir-akhir ini sedang menjadi pemarah berat. Semua dimarahin. Sodara dimarahin. Temen dimarahin. Tukang bakso pun dimarahin. Naha sambelnya pedes?! Rasanya seperti ada yg nutupin jalannya sabar ke otak.


Beruntungnya beberapa hari ini emosi dan amarah perlahan reda. Perlu dicatat untuk dibaca lagi kalo suatu saat emosi naik lagi. Biar dada lebih enteng biasanya coba untuk Istighfar atau berdoa, karna mungkin aja ada setan nyelip disitu. Meskipun ketika berdoa badan masih gemetar. Emosi menjalar lewat tenggorokan lalu kepala.

Ikhlas, legowo, neriman. Kata lain dari mengalah atau jeleknya mah 'peduli amat'. Ngikhlasin atau ngalah biasanya bikin dada sedikit enteng. Juga, kadang sikap 'peduli amat' membawa ketenangan. Kalau belum terbiasa ikhlas, neriman, mengalah, mungkin akan sangat susah dan tersiksa. Luckily saya sudah terbiasa :)

Diam. “Jika di antara kalian marah maka hendaklah ia diam”, (HR Imam Ahmad). Udah diem aja, bukannya dipendem tapi cukup diem. Kalau kata om Benjamin Franklin, semua yang dimulai dengan rasa marah akan berakhir dengan rasa malu. Setuju sama om Ben.

Distraksi. Distraksi, dengan cara cari kegiatan lain. Misal ngegowes, jalan-jalan, nonton, ngaji, main pe'es, semua kegiatan yang bakal bikin lupa emosi. Gak rekomen kegiatan berbau bela diri, takut emosinya malah berapi-api.

Tidur, the best cure method for any disease. Kalau sudah ikhlas, dada enteng, tidur nyenyak, mimpi pun indah. I'm professional at it.

Jujur. Bicara jujur, jika iya bilang iya, jika tidak bilang tidak. Sebelum bicara jujur balut dulu kata per kata dengan sabar. Sehingga bukan umpatan karna emosi yang keluar dari mulut, namun keterus-terangan berbalut ikhlas. Berhati-hati agar tidak menyakiti hati orang lain.

People will forget what you said, people will forget what you did,
but people will never forget how you made them feel.

Agaknya jujur hal yang pualing susah atau bahkan tidak pernah saya lakukan. Jika jujur menyakiti hati orang lain atau membuat hubungan dengan orang lain renggang, untuk apa jujur? Biar saya yang sakit demi tali silaturahmi tetap terjaga.

Syukur. Ikhlas plus syukur, mungkin obat paling mujarab soal amarah. Mensyukuri keadaan yang ada, ikhlas menjalaninya, insya Allah semuanya bakal beres. Mungkin muncul amarah karna kurangnya bersyukur. Mulai dari sekarang kudu banyak-banyak bersyukur.


~ “Senyum manismu dihadapan saudaramu adalah shadaqah” (HR. Tirmidzi)

Saturday, 23 January 2016

Whatever lah ya


Dementor datang. Bawa kabar buruk, lalu memenuhi hati dengan membuka luka-luka lama. Dikeruknya lebih dalam. Ditanam luka baru. Tak ditutup.

Asmara? Bukan. Ini tentang sesuatu yang sangat berarti dan berharga di dunia. Juga tentang penyesalan dan penolakan, yang datang kembali dengan tiba-tiba. Panjang dan tabu jika diceritakan. Everybody has their own secret, kan?

Beberapa hari ini jantung berdetak lebih kencang, badan gemetar, gak bisa selow, wajah memerah diikuti pening di ujung kepala, hal-hal yang sepele saja bisa berakibat emosi dan amarah. Seumur hidup baru pertama kali ini sabar menyentuh marahnya.

Di rumah, ngusirin kucing-kucing yang berisik. Marahin sodara yang katanya tau agama tapi masih ghibah. Ngomelin tetangga nikahan yang seenaknya nutup jalan. Nyemprotin baygon kecoak sama tikus. Die! Alien must die!!!

Di jalan, berantem sama orang gara-gara ngebut plus ngawur, hampir aja ketabrak. Marahin ibu-ibu yang belok seenaknya sendiri. Nyegat anak-anak SMP yang make jalan buat balapan motor deket rumah. Neriakin orang yang nge-klakson mulu padahal lampu masih merah.

Di kantor, sensitif sekali. Tutup telpon user yang ngeyel. Banting mouse komputer yang dobel klik. Dan bahkan ketika liat si S dan si H lebih dekat dengan si A, hore I'm invisible!!!. Curhat ke si A, nanya kerjaan ke si A. Apa-apa tanya ke si A, bahkan si S yang duduk sebelahan kalau nanya sesuatu ke si A yang notabene tempat duduknya dibelakang pojok. Rasanya seperti ditolak bumi dan angkasa. Diskusi suatu case cuma bertiga. Ikutan gabung nanya ada apaan, kagak dijawab. Pun juga saat si A assign kerjaan hanya ke si S atau si H saja. Saat itu juga pengen teriak ke telinga mereka, "Hellooo.. I am heree!!! Lu pada anggep gua ada kagak?!"

 

Padahal, sebelum-sebelumnya, biasanya, seringnya, peduli amat sama hal-hal menyebalkan diatas. Amarah, emosi, iri, dengki, benci, sakit hati, sebelumnya gak pernah ada di kamus hidup. Soal teman, yang terpenting selalu ada untuk teman ketika dibutuhkan, peduli amat mereka gak ada waktu dibutuhin.Yang penting selalu ada buat mereka.

Lucu kan? Lucu sekali. Sepertinya emosi bukan hanya soal sedih dan amarah, kadang disitu ada kejujuran yang sungkan diungkapkan. Entah karna malu, gengsi, takut kehilangan, takut menyinggung, menyakiti, memancing amarah yang lain atau memang sudah terbiasa.

Sepertinya, sudah terbiasa.

Whatever lah ya.



-----------------------------------------------------------------------------------------
PS: For you all, I am sorry, and please be a professional human.

Tanggal Merah: Rinjani

Persiapan ditengah malam.

Pemandangan dari atas kapal feri sesaat akan sampai di pelabuhan lembar Lombok.
Berhati-hatilah saat di pelabuhan lembar, banyak calo dan preman.

 
Gerbang menuju Rinjani
















Puncak Rinjani




Monday, 19 October 2015

Tanggal Merah: Bali

Sebenernya ini cerita tahun lalu. Dulu ketika masih free like a bird flying ngalor-ngidul, hahaha. Awal Agustus 2014 si Magrobi ngajakin silaturahmi ke si Nico yang sekarang gawe dan tinggal di Bali. Jadilah kami berdua berangkat ke pulau Bali. Kami berdua memutuskan naik kereta api. Walaupun Magrobi berangkat dari Jakarta, sedangkan saya berangkat dari Surabaya, tanpa komunikasi sebelumnya, kami berdua bertemu dalam satu kereta! Sebuah kebetulan yang emejing.

Magrobi diatas kapal feri

 
 Warung Mak Beng

 
 Si Doy jauh-jauh datang dari bonpis Lampung

 Pantai Pandawa

 
 Next Journey ke... gunung Rinjani!


Bersambung ke posting selanjutnya.